ImamNawawi rahimahullah ketika membawakan hadits di atas dalam kitab Riyadhus Sholihin, beliau menyatakan dalam judul bab bahwa boleh tidur dalam keadaan terlentang. Demikian pula beliau nyatakan bolehnya dalam Al Majmu', 4: 472. Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin menerangkan, "Yang lebih afdhol adalah tidur pada sisi kanan. Merupakan sebuah kenikmatan bagi kita ketika tetap ingat untuk tetap melaksanakan shalat walau sedang untuk shalat biasanya dapat menghilangkan kantuk sejenak. Tetapi, selesai berdoa setelah salam, godaan tidur kembali bagi kaum hawa yang mengenakan mukena, memberi rasa hangat dan nyaman yang dari kaum hawa yang terlalu letih akan tertidur atau menyegerakan tidur di atas sajadah sementara mukena masih paling ditakutkan saat tidur mengenakan mukena adalah menetesnya air liur membasahi liur yang mengering biasanya membuat aroma mukena menjadi tidak juga dari kita yang masih ragu hukum tetesan air liur. Lantas bagaimana Islam memandang air liur dan tidur memakai mukena?1. Berdasarkan Hukum Fiqh Air LiurAir liur adalah salah satu air yang keluar dari tubuh yang asal hukumnya lainnya adalah air mata dan keringat. Sedangkan kencing, darah, dan kotoran lainnya dihukumi sebagai najis, bahkan dalam tataran haidh disebut hukum air liur dalam Sunan Ibnu Majah adalah sebagai ุงู„ู†ูŽู‘ุจููŠูŽู‘ ุตูŽู„ูŽู‘ู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ูŽู‘ู…ูŽ ุญูŽุงู…ูู„ูŽ ุงู„ู’ุญูŽุณูŽู†ูŽ ุจู’ู†ูŽ ุนูŽู„ููŠูู‘ ุนูŽู„ูŽู‰ ุนูŽุงุชูู‚ูู‡ูุŒ ูˆูŽู„ูุนูŽุงุจูู‡ู ูŠูŽุณููŠู„ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡โ€œAku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam menggendong Husain bin Ali di atas pundak beliau, dan air liur Husain menetes mengenai beliau.โ€ Hadis ini diriwayatkan Ibn Majah 658 dan dishahihkan al-Albani, juga disebutkan oleh Imam Ahmad no. 9779 dalam Musnadnya dan dishahihkan Syuaib al-ArnauthKarena Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam membiarkan air liur Husain menetesi baju beliau, maka hadits ini mengisyaratkan bahwa air liur itu suci, tidak ini, dilansir dari Konsultasi Syariah, diperjelas dengan pendapat seorang ulama,Liur, keringat, air mata, atau cairan yang keluar dari hidung, semuanya suci. Inilah hukum asal. Sementara kencing, kotoran, dan setiap yang keluar dari dua jalan, statusnya najis. Liur yang keluar dari seseorang ketika dia tidur, termasuk benda suci, sebagaimana ingus, dahak atau semacamnya. Karena itu, tidak wajib bagi seseorang untuk mencucinya atau mencuci baju yang terkena liur.[al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan, 5/10].Lantas, apakah hukumnya tidur mengenakan mukena, sementara air liur tidak najis?2. Berdasarkan Anjuran menyucikan DiriDari kumpulan syarat sah shalat, salah satunya ada โ€œMembersihkan dan mensucikan tempat dan pakaian dari hadats dan najisโ€.Sesuai dengan firman Allah,ูˆูŽุซููŠูŽุงุจูŽูƒูŽ ููŽุทูŽู‡ูู‘ุฑู’โ€œDan Pakaianmu bersihkanlah.โ€ Al-Muddatstsir 4Dan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallamุฅูุฐูŽุง ุฌูŽุงุกูŽ ุฃูŽุญูŽุฏููƒูู…ู ุงู„ู’ู…ูŽุณู’ุฌูุฏูŽุŒ ููŽู„ู’ูŠูู‚ูŽู„ูู‘ุจู’ ู†ูŽุนู’ู„ูŽูŠู’ู‡ูุŒ ูˆูŽู„ููŠูŽู†ู’ุธูุฑู’ ูููŠู’ู‡ูู…ูŽุง ููŽุฅูู†ู’ ุฑูŽุฃูŽู‰ ุฎูŽุจูŽุซู‹ุงุŒ ููŽู„ู’ูŠูŽู…ู’ุณูŽุญู’ู‡ู ุจูุงู’ู„ุฃูŽุฑู’ุถู ุซูู…ูŽู‘ ู„ููŠูุตูŽู„ูู‘ ูููŠู’ู‡ูู…ูŽุง.โ€œJika salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, maka hendaklah ia membalik sandal dan melihatnya. Jika ia melihat najis, maka hendaklah ia menggosokkannya dengan tanah. Kemudian hendaklah ia shalat dengannya.โ€œAir liur bukan najis, tapi ada baiknya untuk mempersembahkan diri dalam kondisi terbaik, salah satunya dengan mengenakan pakaian terbaik saat akan menghadap Allah, Rabb semesta air liur yang bau akan mengganggu konsentrasi saat menunaikan baiknya untuk mengurangi pemecah konsentrasi yang sederhana seperti ini untuk melaksanakan shalat dengan dari itu, sebaiknya hindari tidur mengenakan mukena agar mukena Anda tetap bersih dan suci.
Jika ada yang shalat di atas sajadah dengan angapan bahwa patutnya dengan sajadah, maka seperti beramal seperti itu tidaklah diajarkan oleh salaf dari kalangan Muhajirin dan Anshar, juga diajarkan oleh tabi'in setelah mereka. Bahkan para salaf melakukan shalat di atas tanah. Di antara mereka tidak mengkhususkan shalat di atas sajadah." []
Pertanyaan Bolehkah membaca Al Qurโ€™an sambil berbaring di tempat tidur? Dan apa yang dilakukan ketika membaca ayat sajadah? Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab Ya, membaca Al Qurโ€™an sambil berdiri, sambil duduk, sambil bersujud, dan sambil berbaring, semuanya boleh. Berdasarkan firman Allah Taโ€™ala ุงู„ูŽู‘ุฐููŠู†ูŽ ูŠูŽุฐู’ูƒูุฑููˆู†ูŽ ุงู„ู„ู‘ู‡ูŽ ู‚ููŠูŽุงู…ู‹ุง ูˆูŽู‚ูุนููˆุฏู‹ุง ูˆูŽุนูŽู„ูŽู‰ูŽ ุฌูู†ููˆุจูู‡ูู…ู’ โ€œyaitu orang-orang yang berdzikir sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring.โ€ Qs. Al Imran 191 Dan juga firman-Nya ููŽุฅูุฐูŽุง ู‚ูŽุถูŽูŠู’ุชูู…ู ุงู„ุตูŽู‘ู„ุงูŽุฉูŽ ููŽุงุฐู’ูƒูุฑููˆุงู’ ุงู„ู„ู‘ู‡ูŽ ู‚ููŠูŽุงู…ู‹ุง ูˆูŽู‚ูุนููˆุฏู‹ุง ูˆูŽุนูŽู„ูŽู‰ ุฌูู†ููˆุจููƒูู…ู’ โ€œMaka apabila kamu telah menyelesaikan shalat mu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.โ€ Qs. An Nisa 103 Ini merupakan bagian dari nikmat Allah Taโ€™ala dan kemudahan dari-Nya. Karena Al Qurโ€™an adalah dzikir yang paling agung, sehingga berdasarkan ayat tadi membacanya sambil berbaring boleh saja. Jika membaca ayat sajadah, maka cara sujud sajadah berdiri kemudian sujud, lalu duduk, lalu sujud, jika memang ia menginginkannya. Karena sujud sajadah tidak wajib, melainkan mustahab dianjurkan. Jika ia membaca Al Qurโ€™an sambil duduk maka langsung sujud. Jika sambil berdiri, langsung sujud. Jika sambil berbaring, duduk dahulu baru kemudian sujud. Jangan langsung bersujud dari berbaring, yang benar duduk dahulu baru sujud. Sumber Sumber ๐Ÿ” Pengertian Muttafaqun Alaih, Hukum Meminjam Uang Di Bank Konvensional, Gambar Surga Yang Paling Indah, Hukum Mengulum Zakar Suami, Hukum Istri Minta Cerai Pada Suami, Nemu Uang Banyak KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28 Kebanyakandari kaum hawa yang terlalu letih akan tertidur atau menyegerakan tidur di atas sajadah sementara mukena masih dikenakan. Yang paling ditakutkan saat tidur mengenakan mukena adalah menetesnya air liur membasahi mukena. Air liur yang mengering biasanya membuat aroma mukena menjadi tidak enak. Bagi kamu yang memang rajin ke masjid, Alhamdulillah, mungkin saja kamu akan menemukan adanya larangan tidur di atas karpet masjid. Kamu bakal lihat ada pengumuman berbentuk kertas di masjid kampungmu atau di tempat lain, waktu kamu rihlah. Ini istilah untuk orang yang berwisata atau piknik, sekaligus nama tengah anak saya. Heheheโ€ฆSebenarnya apa sih yang jadi alasan kok kita tidak boleh tidur di atas karpet masjid? Alasan berikut ini bisa membuat kamu tercengang. Pertama, air liur manusia itu najis. Ini pernah dikatakan oleh salah seorang tokoh masyarakat di kampung saya dulu. Ngeces, begitu istilah Bahasa Jawanya. Ketika tidur di atas karpet masjid, lalu ngiler, maka dikhawatirkan bisa menetes, merembes dan bikin najis, begitu yang namanya najis itu biasanya keluar dari lubang kemaluan dan di belakangnya. Kencing, madzi, wadi, darah haid, itu jelas termasuk. Kotoran manusia yang diistilahkan dengan BAB diketahui, tidak ada keterangan atau dalil yang tegas menyatakan bahwa air liur manusia itu najis. Dari zatnya, air liur itu seperti ingus dan dahak, atau semacamnya. Jika terkena baju, tidak wajib dicuci. Boleh sih dicuci jika terasa bau dan air liur yang najis itu seperti apa? Kalau yang kamu tanyakan semacam itu, maka air liur yang haram adalah yang dipakai buat ghibah, gosip, atau ngomongin orang. Dalam perbuatan yang lain, contohnya mengadu domba. Bikin perpecahan hubungan saja. Atau, air liur itu dipakai buat meludahi orang karena anak-anak nakal. Wah, ada satu masjid yang jadi tempat nongkrong beberapa anak SMK! Sebenarnya bagus juga ya remaja dekat dengan masjid. Namun rupanya ke masjid tersebut digunakan hanya buat tidur. Dan, kalau sudah tidur, lagi hari kiamat pun, sepertinya tidak akan bangun. Susah sekali dibangunkan. Padahal, yang tidur itu adalah teman-teman dari si anak keluarga yang membangun masjid saat itu, muncul larangan tidur di atas masjid, agar anak-anak itu tidak lagi tidur di karpet atau agar tidak datang lagi?. Ketika saya di situ, habis salat Dzuhur misalnya, ingin sekadar rebahan siang, tidak enak juga, mau tidur di karpetnya yang lumayan empuk. Ternyata, memang saya hindari juga karena banyak semut di karpet tersebut. Walahโ€ฆSebenarnya Masjid Itu Punya Siapa Sih?Kalau kita berpikir, karpet masjid itu dibeli dari siapa? Apakah dari pengurus masjidnya? Atau dari jamaahnya? Terus, kok sampai muncul larangan tidur di masjid?Boleh dikata, pengurus masjidnya tidak mau repot membersihkan. Padahal, apa sih yang ditakutkan dari orang yang tidur di masjid? Keluar liur karena ngiler, kan sudah dibilang tidak najis, tinggal di lap saja. Keringat dari punggungnya? Bukannya nanti akan kering sendiri? Apalagi? Mengompol? Jaranglah, orang dewasa ngompol di masjid. Toh, tadi sebelum salat, biasanya juga sudah kencing atau mungkin jika tidak ada larangan itu, akan ada banyak orang tidur, terus seperti bergelimpangan begitu? Macam korban musibah? Ketika ada orang mau salat jadi terganggu? Kalau ini sih, gampang saja solusinya. Misal, ada yang masbuk atau terlambat sholat, tinggal dibangunkan saja orang yang tidur di depannya. Insya Allah, pastilah, orang itu mau mengerti dan pindah karpet masjid itu dibeli dari infaq umat, maka fungsinya juga dikembalikan ke umat dong! Perlu diingat pula bahwa orang yang rebahan di karpet itu tidak selalu pikirannya kosong. Mungkin saja dia sedang berdzikir, atau murojaah ayat-ayat Al-Qurโ€™an yang dihafalnya. Bisa jadi merancang strategi agar bisa mengumpulkan uang panaik demi mendapatkan istri yang sholihah. Banyak yang bisa dilakukan pikiran waktu berbaring, kan?Keterbukaan MasjidSebuah masjid di kota tempat paman saya tinggal, malah tidak cuma larangan tidur di karpet, tetapi habis salat Isya, dikunci pintunya. Belum juga tengah malam, sudah ditinggal saja, tanpa bisa dibuka. Otomatis, yang musafir tidak bisa memanfaatkan masjid itu, meskipun terlihat indah di itu memang sebuah bangunan yang ditujukan untuk publik, meski lebih khusus lagi adalah umat Islam. Semua muslimin boleh masuk, baik itu dari NU, Muhammadiyah, Wahdah Islamiyah, Persis, FPI, atau apa pun organisasinya. Bukankah sejatinya masjid itu adalah rumah Allah? Pemiliknya adalah Allah Subhanahu Wa Taโ€™ala. Ada yang bisa menyangkal hal ini?Nah, karena yang punya adalah Allah, maka carikan dong larangan tidur di masjid! Ada, apa tidak ada? Jika memang tidak ada, lalu buat apa diada-adakan larangan itu? Atau karena tidak boleh tidur di karpet masjid, lalu mesti bawa karpet sendiri? Repotnya mi! Khas bahasa Bugis.Seandainya larangan itu tegas diterapkan, maka bagaimana dengan orang yang iโ€™tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan? Mesti duduk terus begitu ya? Kalau mau istirahat, harus tetap duduk sambil bersandar di dinding, begitu?Yah, patut diduga sih, orang yang melarang tidur di karpet masjid itu jarang atau tidak pernah iโ€™tikaf di masjid. Selesai salat, langsung pulang ke rumahnya. Sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan juga tidak dihidupkannya, karena memang sedang berada di musafir singgah salat, mau berbaring sebentar, membaca larangan tidur di masjid, terus tidak jadi, maka solusinya adalah numpang tidur saja di rumah pengurus masjid yang bikin larangan itu. Beres kan? Yang dilarang kan tidur di masjid. Kalau dilarang tidur di rumah si pengurus, mana coba tulisannya?BACA JUGA Cerita Diusir dari Masjid dan Misteri Skenario Allah Swt atau tulisan Rizky Kurnia Rahman Mojok merupakan platform User Generated Content UGC untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini diperbarui pada 7 Januari 2020 oleh Audian Laili Bagaimanahukumnya jika melaksanakan sholat di atas sajadah curian? Bagaimana hukumnya jika melaksanakan sholat di atas sajadah curian? REPUBLIKA.ID; REPUBLIKA TV; GERAI; IHRAM; Monday, 3 Muharram 1444 / 01 August 2022. Menu. HOME; IQRA Kajian Alquran; Doa; Hadist; Khutbah Jumat; NEWS Sebagai seorang muslim, masjid adalah tempat yang sering kita datangi. Belakangan ini, aturan Dilarang Tidur di Dalam Masjidโ€™ kerap kita jumpai di sekian masjid. Bagaimana bisa aturan ini dibuat? Aturan ini diputuskan sepihak oleh pengurus sebagian masjid bahkan oleh oknum pengurus. Aturan ini sulit diabaikan, lebih-lebih dilanggar karena aturan ini tercetak di atas kertas folio dengan huruf besar-besar dan tebal, yang dilekatkan hampir di tiap kaca-kaca bagian belakang masjid memang bermaksud baik dengan kebijakan itu seperti menjaga kebersihan dan keheningan masjid dari liur atau dengkuran yang ditimbulkan orang yang tidur, atau menghindari pencuri microfon atau ampli, mesin elektronik pengeras suara yang berpura-pura tidur. Tetapi sumber hukum larangan tersebut patut ditelaah lebih lanjut. Kalau ditinjau dari segi fiqh sebenarnya, โ€œTak masalah tidur di masjid bagi orang yang tidak junub meskipun dia telah berkeluarga. Sejarah mencatat bahwa Ash-habus Shuffah โ€“mereka adalah para sahabat yang zuhud, fakir dan perantauโ€“ tidur bahkan tinggal di masjid pada zaman Rasulullah SAW. Tentu saja haram hukumnya jika tidur mereka mempersempit ruang gerak orang yang sembahyang. Ketika itu, kita wajib menegurnya. Disunahkan pula menegur orang yang tidur di saf pertama atau di depan orang yang tengah sembahyang,โ€ [M. Nawawi bin Umar al-Bantani al-Jawi, Syarh Kasyifatus Saja ala Matni Safinatin Naja Surabaya Maktabah Ahmad bin Saad bin Nabhan wa Auladih, tanpa tahun Hal. 29]. Pandangan fiqh di atas merupakan bagian dari sejarah kemanusiaan Rasulullah SAW. Jangankan untuk sekadar tidur lepas penat dalam hitungan jam di siang hari bagi pekerja atau di malam hari bagi pelancong? Bahkan untuk jangka yang tak terbatas sekalipun, agama memberikan toleransi untuk mereka seperti perlakuan Rasulullah terhadap Ash-habus Shuffah. Jadi larangan tidur di masjid dimungkinkan hanya sejauh yang bersangkutan memiliki hadats besar atau mengganggu ruang gerak orang sembahyang yang menelan hanya 75cm x 1 meter. Ukuran ini bagi orang Indonesia sudah cukup leluasa untuk melakukan sembahyang. Larangan bisa saja dibelakukan dengan catatan pengurus masjid menyediakan ruang lain di masjid yang dapat digunakan untuk istirahat. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan pengurus masjid, tidak menyurutkan langkah dakwah Ulil AbsharPenulis Alhafidz Kurniawan
Padabulan Ramadlan biasanya semangat kaum muslimin untuk membaca Al-Qur'an meningkat. Namun, biasanya -boleh jadi karena kurang mengatahui adab terhadap Al-Qur'an- mereka sembarangan meletakkan mushaf, bahkan terkadang diletakkan di lantai atau di atas sajadah shalat.
๏ปฟPertanyaan Izin bertanya ustadz, bolehkah seseorang shalat dengan beralaskan sajadah? Apakah itu termasuk bidโ€™ah? Mohon penjelasannya. Jawaban Alhamdulillahi rabbil alamin, ash-shalatu was salamu ala nabiyyina Muhammadin wa ala alihi wa shahbihi ajmaโ€™in. Amma baโ€™du. Shalat beralaskan sajadah atau tikar atau semisalnya, hukum asalnya boleh. Ini pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dalam hadits dari Maimunah radhiyallahu anha, ia berkata ูƒูŽุงู†ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุตูŽู„ูŽู‘ู‰ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ูŽู‘ู…ูŽ ูŠูุตูŽู„ูู‘ูŠ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ุฎูู…ู’ุฑูŽุฉู โ€œRasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa shalat di atas khumrah sejenis kain.โ€ HR. al-Bukhari Muslim no. 513 Asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan hadits ini ูˆูŽุงู„ู’ุญูŽุฏููŠุซู ูŠูŽุฏูู„ูู‘ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽู†ูŽู‘ู‡ู ู„ุง ุจูŽุฃู’ุณูŽ ุจูุงู„ุตูŽู‘ู„ุงุฉู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ุณูŽู‘ุฌูŽู‘ุงุฏูŽุฉู ุณูŽูˆูŽุงุกูŒ ูƒูŽุงู†ูŽ ู…ูู†ู’ ุงู„ู’ุฎูุฑูŽู‚ู ุฃูŽูˆู’ ุงู„ู’ุฎููˆุตู ุฃูŽูˆู’ ุบูŽูŠู’ุฑู ุฐูŽู„ููƒูŽ , ุณูŽูˆูŽุงุกูŒ ูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ุตูŽุบููŠุฑูŽุฉู‹ ุฃูŽูˆู’ ูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ูƒูŽุจููŠุฑูŽุฉู‹ ูƒูŽุงู„ู’ุญูŽุตููŠุฑู ูˆูŽุงู„ู’ุจูุณูŽุงุทู ู„ูู…ูŽุง ุซูŽุจูŽุชูŽ ู…ูู†ู’ ุตูŽู„ูŽุงุชูู‡ู ุตูŽู„ูŽู‘ู‰ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ูŽู‘ู…ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ุญูŽุตููŠุฑู ูˆูŽุงู„ู’ุจูุณูŽุงุทู ูˆูŽุงู„ู’ููŽุฑู’ูˆูŽุฉู โ€œHadits ini menunjukkan bolehnya shalat di atas sajadah. Baik sajadah tersebut terbuat dari kain, atau anyaman, atau yang lainnya. Baik ukurannya kecil ataupun besar seperti tikar atau permadani. Dan terdapat hadits shahih tentang shalatnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam di atas tikar dan permadani serta karpet dari kulit.โ€ Nailul Authar, 2/139 Namun hendaknya sajadah yang dipakai tidak ada gambar makhluk bernyawa atau gambar yang dapat mengganggu kekhusyukan. Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts wal Iftaโ€™ menjelaskan ูˆุฃู…ุง ุชุตูˆูŠุฑ ู…ุง ู„ูŠุณ ููŠู‡ ุฑูˆุญ ู…ู† ุฌุจุงู„ ูˆุฃู†ู‡ุงุฑ ูˆุจุญุงุฑ ูˆุฒุฑุน ูˆุฃุดุฌุงุฑ ูˆุจูŠูˆุช ูˆู†ุญูˆ ุฐู„ูƒ ุฏูˆู† ุฃู† ูŠุธู‡ุฑ ููŠู‡ุง ุฃูˆ ุญูˆู„ู‡ุง ุตูˆุฑ ุฃุญูŠุงุก ูุฌุงุฆุฒ ุŒ ูˆุงู„ุตู„ุงุฉ ุนู„ูŠู‡ุง ู…ูƒุฑูˆู‡ุฉ ู„ุดุบู„ู‡ุง ุจุงู„ ุงู„ู…ุตู„ูŠ ุŒ ูˆุฐู‡ุงุจู‡ุง ุจุดูŠุก ู…ู† ุฎุดูˆุนู‡ ููŠ ุตู„ุงุชู‡ ุŒ ูˆู„ูƒู†ู‡ุง ุตุญูŠุญุฉ โ€œAdapun gambar-gambar yang tidak bernyawa pada sajadah, seperti gambar gunung, sungai, laut, tumbuhan, pohon, rumah, atau semisalnya, yang tidak ada sama sekali gambar makhluk bernyawanya, ini gambar yang dibolehkan. Namun shalat di atas kain tersebut, hukumnya makruh, karena dapat menyibukkan pikiran orang yang shalat dan mengganggu kekhusyukannya dalam shalat. Namun shalatnya tetap sah.โ€ Fatawa al-Lajnah, 6/180 Shalat menggunakan sajadah juga jangan sampai membuat enggan untuk merapatkan shaf dan membuat shaf menjadi renggang. Karena dalam hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda ุฃู‚ููŠู…ููˆุง ุตููููˆููŽูƒูู…ู’ุŒ ูˆุชูŽุฑูŽุงุตูู‘ูˆุงุŒ ูุฅู†ูู‘ูŠ ุฃุฑูŽุงูƒูู…ู’ ู…ูู† ูˆุฑูŽุงุกู ุธูŽู‡ู’ุฑููŠ โ€œLuruskan shaf kalian dan hendaknya kalian saling menempel, karena aku melihat kalian dari balik punggungku.โ€ HR. al-Bukhari Dalam riwayat lain, terdapat penjelasan dari perkataan dari Anas bin Malik, ูˆูƒุงู†ูŽ ุฃุญูŽุฏูู†ูŽุง ูŠูู„ู’ุฒูู‚ู ู…ูŽู†ู’ูƒูุจูŽู‡ู ุจู…ูŽู†ู’ูƒูุจู ุตูŽุงุญูุจูู‡ูุŒ ูˆู‚ูŽุฏูŽู…ูŽู‡ู ุจู‚ูŽุฏูŽู…ูู‡ู โ€œSetiap orang dari kami para sahabat, merapatkan pundak kami dengan pundak sebelahnya, dan merapatkan kaki kami dengan kaki sebelahnya.โ€ HR. al-Bukhari Walaupun menggunakan sajadah, hendaknya tetap berusaha menempelkan kaki dengan kaki orang di sebelahnya, serta pundak dengan pundak di sebelahnya. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu โ€™anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda ุฃู‚ูŠู…ูˆุง ุงู„ุตููˆู ูˆุญุงุฐูˆุง ุจูŠู† ุงู„ู…ู†ุงูƒุจ ูˆุณุฏูˆุง ุงู„ุฎู„ู„ ูˆู„ูŠู†ูˆุง ุจุฃูŠุฏูŠ ุฅุฎูˆุงู†ูƒู… ุŒ ูˆู„ุง ุชุฐุฑูˆุง ูุฑุฌุงุช ู„ู„ุดูŠุทุงู† ูˆู…ู† ูˆุตู„ ุตูุง ูˆุตู„ู‡ ุงู„ู„ู‡ ูˆู…ู† ู‚ุทุน ุตูุง ู‚ุทุนู‡ ุงู„ู„ู‡ โ€œLuruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan. Barang siapa yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya. Barang siapa yang memutus shaf, Allah akan memutusnya.โ€ HR. Abu Daud no. 666, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Abu Daud Ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah. Dalam Shahih-nya, membuat judul bab ุจูŽุงุจ ุฅูู„ู’ุฒูŽุงู‚ู ุงู„ู’ู…ูŽู†ู’ูƒูุจู ุจูุงู„ู’ู…ูŽู†ู’ูƒูุจู ูˆูŽุงู„ู’ู‚ูŽุฏูŽู…ู ุจูุงู„ู’ู‚ูŽุฏูŽู…ู ูููŠ ุงู„ุตูŽู‘ููู‘ ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู†ูู‘ุนู’ู…ูŽุงู†ู ุจู’ู†ู ุจูŽุดููŠุฑู ุฑูŽุฃูŽูŠู’ุชู ุงู„ุฑูŽู‘ุฌูู„ูŽ ู…ูู†ูŽู‘ุง ูŠูู„ู’ุฒูู‚ู ูƒูŽุนู’ุจูŽู‡ู ุจููƒูŽุนู’ุจู ุตูŽุงุญูุจูู‡ู โ€œBab menempelkan pundak dengan pundak dan kaki dengan kaki dalam shaf. An-Nuโ€™man bin Basyir berkata aku melihat seorang di antara kami menempelkan pundaknya dengan pundak sahabatnya.โ€ Sebagian ulama mengatakan maksud dari hadits-hadits ini bukanlah menempel secara lahiriah, namun maksudnya adalah berusaha agar tidak ada celah di antara jamaโ€™ah. Sehingga tidak harus benar-benar menempel. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan ูˆู„ูƒู† ุงู„ู…ุฑุงุฏ ุจุงู„ุชูŽู‘ุฑุงุตูู‘ ุฃู† ู„ุง ูŠูŽุฏูŽุนููˆุง ููุฑูŽุฌุงู‹ ู„ู„ุดูŠุงุทูŠู† ุŒ ูˆู„ูŠุณ ุงู„ู…ุฑุงุฏ ุจุงู„ุชูŽู‘ุฑุงุต ุงู„ุชูŽู‘ุฒุงุญู… ุ› ู„ุฃู† ู‡ู†ุงูƒ ููŽุฑู’ู‚ุงู‹ ุจูŠู† ุงู„ุชูŽู‘ุฑุงุตูู‘ ูˆุงู„ุชูŽู‘ุฒุงุญู… โ€ฆ ู„ุง ูŠูƒูˆู† ุจูŠู†ูƒู… ููุฑูŽุฌ ุชุฏุฎู„ ู…ู†ู‡ุง ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† ุ› ู„ุฃู† ุงู„ุดูŠุงุทููŠู† ูŠุฏุฎู„ูˆู† ุจูŠู† ุงู„ุตูู‘ููˆูู ูƒุฃูˆู„ุงุฏ ุงู„ุถุฃู† ุงู„ุตูู‘ุบุงุฑู ุ› ู…ู† ุฃุฌู„ ุฃู† ูŠูุดูˆูู‘ุดูˆุง ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุตู„ูŠู† ุตู„ุงุชูŽู‡ู… โ€œNamun yang dimaksud dengan merapatkan adalah hendaknya tidak membiarkan ada celah untuk setan. Namun maksudnya rapat yang sangat rapat. Karena ada perbedaan antara at-tarash merapatkan dan at-tazahum rapat yang sangat rapat โ€ฆ maka hendaknya tidak membiarkan ada celah yang bisa membuat setan masuk. Karena setan biasa masuk ke shaf-shaf, berupa anak kambing yang kecil, sehingga bisa membuat shalat terganggu.โ€ Asy-Syarhul Mumthiโ€™, 7/3-13 Ringkasnya, walaupun menggunakan sajadah, tetaplah berusaha menempelkan kaki dan pundak sebisa mungkin sebagaimana ditunjukkan oleh zahir hadits. Karena itu lebih sempurna dan lebih utama. Wallahu aโ€™lam, semoga Allah taโ€™ala memberi taufik. *** Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !! Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. REKENING DONASI BANK SYARIAH YAYASAN YUFID NETWORK Kode BSI 451 ๐Ÿ” Muttafaq Alaih Adalah, Doa Penjinak Wanita, Doa Minum Air Zam Zam Sesuai Sunnah, Sunah Sebelum Sholat Idul Adha, Bersentuhan Membatalkan Wudhu, Doa Kelancaran Melahirkan, Nama2 Surat Dalam Alquran KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28 . 86 280 143 359 197 279 333 87

bolehkah tidur di atas sajadah